Selasa, 23 Desember 2014

PEDAS NYA HARGA CABAI

selamat pagi, siang, sore, dan malam para blogger semua, kali ini saya akan membahas tentang mahalnya harga cabai. yang saya bahas kali ini bukan soal "cabai-cabaian" yang ada di pikiran para laki-laki termasuk saya. tapi kali ini saya akan membahas cabai yang benar-benar pedas sama seperti harganya sekarang. ya langsung saja tampa panjang lebar, saya menambil pembahasan ini dari koran kompas, kamis, 18 Desember 2014.
      Harga cabai tembus Rp 90.000 per kilogram di tingkat konsumen. Di beberapa daerah yang jauh dari pusat produksi, harganya bisa mencapai Rp 100.000 per kg. bahkan ada yang sampai Rp 110.000.
     Berbeda dengan musim panen cabai sebelumnya ketika harga cabai petani hanya Rp 3.000 per kg, bahkan di beberapa daerah hanya 1.500. Situasi harga cabai sekarang jelas memberi keuntungan berlipat-lipat bagi petani.
     Bayangkan, dengan modal kurang dari Rp 10.000 per kg, petani bisa menjual dengan harga tiga kali lipat lebih tinggi. Jika harga jual cabai di tingkat petani Rp 30.000 per kg, untuk petani dengan lahan 1 hektar dan produktivitas 25 ton, uang Rp 600 juta dengan mudah bisa dikantongi petani tersebut.
     Fluktuasi harga cabai terus terjadi setiap tahun. Meski pemerintahan datang silih berganti, seperti tak kuasa menstabilkan harga cabai. Tingginya harga cabai tidak saja merepotkan para ibu rumah tangga, tetapi juga industri makanan-minuman dan industri olahan yang menggunakan bahan baku cabai.
     Berbeda dengan komoditas beras, fluktuasi harga cabai cenderung sulit dikendalikan. Fluktuatif harga beras lebih mudah. Selain produsen beras dari negara lain banyak, konsumsi beras di dunia relatif sama dari waktu ke waktu. Usia budidaya beras juga hanya empat bulan. Karakteristik komoditas cabai berbeda. Usia budidaya cabai delapan bulan. Artinya, dalam setahun, cabai hanya bisa ditanam sekali. Berharap pada musim panen berikut menambah pasokan sekaligus menekan gejolak harga cabai tentu terlalu lama. Konsumen sudah terlanjur berteriak kemahalan.
     Impor cabai juga tidak mudah. Karakteristik konsumen cabai di Indonesia berbeda dengan negara lain. Masyarakat Indonesia lebih menyukai cabai segar dibandingkan dengan cabai olahan.
     Karena berbeda, tidak banyak pilihan negara yang bisa memasok cabai spesifik untuk konsumen Indonesia. Dengan kenyataan itu, tidak mudah bagi pemerintah mengendalikan harga cabai semata melalui kebijakan perdagangan/tata niaga.
     Karena kalau Indonesia butuh cabai segar dalam kapasitas besar, belum tentu tersedia di pasar. Kalaupun dalam waktu singkat dibangun industri pengolahan cabai skala besar, belum tentu diminati konsumen. Pendidikan pola konsumsi cabai perlu diberikan dan hal itu butuh waktu.
     Satu-satunya cara meredam fluktuasi harga cabai adalah dengan memperbanyak pertanaman cabai musim berikutnya. Ironisnya petani punya "penyakit" latah.
     Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman memang membebaskan petani untuk memilih jenis tanaman yang paling menguntungkan bagi mereka. Di sisi lain, kelembagaan pertanian belum sepenuhnya jalan.
     Situasi ini menyulitkan pemerintah melakukan pengawasan dan perhitungan luas pertanaman rill, untuk menghitung neraca produksi dan kebutuhan cabai secara tepat. Jadi, kalau perkiraan produksinya berlebih atau kurang, bisa diantisipasi sajak dini.
     Apakah harus membuka heran impor cabai olahan sesegera mungkin, sambil membatasi sarapan cabai lokal oleh industri? Atau sebaliknya mencari pasar eskpor untuk menampung kelebihan produksi cabai petani.
     Banyak hal yang harus diperbaiki bersama. Penyebaran sentra produksi cabai yang lebih luas bisa menjadi salah satu alternatif solusi. Juga pendidikan pola konsumsi, terkait dengan perlunya membiasakan masyarakat mengonsumsi cabai olahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar