Budaya Etika
Corporate culture
(budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen serta
psikologi industri dan organisasi.Bidang-bidang ilmu tersebut mencoba lebih
dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu manajemen dan
organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang dalam hal ini,
adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Budaya Perusahaan
adalah suatu sistem dari nilai-nilai yang dipegang bersama tentang apa
yang penting serta keyakinan tentang bagaimana dunia itu berjalan. Terdapat
tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap
perilaku, yaitu:
·
Keyakinan dan
nilai-nilai bersama
·
Dimiliki bersama
secara luas
·
Dapat diketahui dengan
jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku
Konsep etika bisnis
tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997)
budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman,
cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal
ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan
pengaturan kantor.
Djokosantoso Moeljono
mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh
semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan
secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan
berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan.
Kalau dikaji secara
lebih mendalam, menurut Martin Hann, ada 10(sepuluh) parameter budaya
perusahaan yang baik :
i.Pride
of the organization
ii.Orientation
towards (top) achievements
iii.Teamwork
and communication
iv.Supervision
and leadership
v.Profit
orientation and cost awareness
vi.Employee
relationships
vii.Client
and consumer relations
viii.Honesty
and safety
ix.Education
and development
Governance System
Ethical Governance
(Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam
Ethical Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan
ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah
peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
Kesusilaan mendorong
manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin
dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan
seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan
esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah
batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi
bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan
dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang
timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan
sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya
adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku
dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara).
Kesopanan disebut pula
sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan
kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap
lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan
masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai
makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain),
yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi
terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah
masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam
masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu
bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan
dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan
kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti
diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama
tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana
yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke
pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat
multidimensi.
Mengembangkan Struktur
Etika Korporasi
Semangat untuk
mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di
kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah.
Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata
kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU
Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha,
Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat
suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata
kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim
manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti
komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan
sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas
“Board Governance”.Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite
audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan
pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board
Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan
menjadi lebih mudah dan cepat.
Membangun entitas
korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip
moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam
entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri
para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati
nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang
beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi
juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Prinsip-prinsip dan
Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG
merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem
pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.
·
Transparansi
keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan
informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam tahun
mendatang, pencapaian laba.
·
Kemandirian
suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/
tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak
bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
·
Akuntabilitas
kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun
kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja,
tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil
yang bermutu tinggi.
·
Pertanggungjawaban
kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris,
Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan
harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
·
Kewajaran (fairness)
keadilan dan
kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.
Kode Perilaku
Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code Of
Conduct)
Code of Conduct adalah
pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika
Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi
individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode
perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut :
i.NINDYA
KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good Corporate Governance pada
tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan sebagai berikut : Sosialisasi
dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah
dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero)
mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada
level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di
Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi
tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good
Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah
diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah sebagai berikut :
·
Pengambilan Keputusan
bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat,
kebijakan dan struktur organisasi.
·
Mendorong untuk
pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
·
Mendorong dan
mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder
lainnya.
·
Dalam mengimplementasikan
Good Corporate Governance, diperlukan
instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
·
Code of Corporate
Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar
organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
·
Code of Conduct
(Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang
harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
·
Board Manual, Panduan
bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban,
Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi
serta panduan Operasional Best Practice.
·
Sistim Manajemen
Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·
An Auditing Committee
Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee
along with its Scope of Work.
·
Piagam Komite Audit,
mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup
Tugas.
Contoh Kasus
Kasus Bernard Madoff,
yang mengguncangkan dunia ketika ia diberitakan menyerahkan diri dan mengaku
bahwa telah melakukan fraud sebesar 50 miliar atau setara dengan Rp550 trilyun,
yang menjadikannya fraud terbesar sepanjang sejarah. Skema penipuan yang
dilakukan Madoff ini adalah berupa skema investasi, dimana ia menjanjikan
return tertentu bagi investornya. Padahal kenyataannya, investasinya tidak
menguntungkan, dan serupa dengan sistem money game atau gali lubang tutup
lubang, dimana investor dibayar dengan setoran dari investor baru.
Pihak yang menjadi
korban Madoff tidak tanggung-tanggung, yakni institusi-institusi finansial
seperti HSBC, Fortis, BNP Paribas, Royal Bank of Scotland yang terpaksa menelan
kerugian miliaran Dollar dari fraud ini. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini
terjadi karena kepercayaan terhadap figur dan reputasi seseorang (Madoff)
menjadikan banyak institusi lalai melakukan manajemen risiko terhadap
investasinya.
Kemudian Satyam, yang
dijuluki dengan Enron India, karena kasus yang mirip, yakni melakukan
manipulasi terhadap laporan keuangan, mulai dari melaporkan pendapatan yang
jauh lebih besar dari aktual, pencatatan kas yang sebagian besar fiktif, serta
pengakuan utang yang jauh lebih kecil. Kasus ini merupakan contoh absennya good
corporate governance dan gagal terdeteksi oleh auditor dan regulator.
Sumber :
AICPI, Code of
Professional Conduct
Aturan
Etika IAI Kompartemen-kompartemen diluar IAI KAP
Francis, Ronald D., Ethics & Corporate Governance,
an Australian Handbook, UNSW Press,2000
IAI, Kode Etik
Akuntan Indonesia, Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP, Aturan
Etika Profesi Akuntan Publik
Ketut Rinjin, Etika
Bisnis dan Implemantasinya, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, Ethics and the Accountant : Case
studies, Prentice Hall of Australia, 1994 atau edisi revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis
: Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998 atau terbaru
Susanti, Beny. 2008. Modul Kuliah Etika Profesi
Akuntansi.bsanti.staff.gunadarma.ac.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar