Rabu, 03 Januari 2018

KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI

KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI

  1. Kode Perilaku Profesional
Kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan. Agar dapat memiliki arti, maka keduanya harus pada posisi diatas hukum, namun sedikit di bawah posisi ideal. Negara bbagian seringkali memberikan hak monopoli ekslusif untuk melakukan praktik profesi bagi para profesional. Etika profesional diberlakukan lebih ketat dibandingkan dengan kewajiban hukum bagi para anggota profesiyang secara sukarela menerima standar perilaku profesional. Profesi CPA juga menetapkan sifat sukarela dan pengaturan sendiri Kode Perilaku Profesional ini.

Kode Perilaku Profesional AICPA yang telah direvisi dan diterima oleh sidang keanggotaan tahun 1988 terdiri dari dua seksi sebagai berikut:
a) Prinsip-prinsip yang menyatakan ajaran dasar perilaku etika dan memberikan kerangka kerja bagi peraturan-peraturan.
b) Peraturan perilaku yang menetapkan standar minimum perilaku yang dapat diterima dalam pelaksanaan layanan profesional.


    2. Prinsip-prinsip Etika : IFAC, AICPA,IAI
A. Prinsip-prinsip fundamental Etika IFAC :
1) Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
2) Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.
3) Kompetensi profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang diperlukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
4) Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormayi kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
5) Perilaku profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

B. Prinsip-prinsip dasar AICPA sebagai berikut :
1) Tanggung Jawab
2) Kepentingan Umum
3) Integirtas
4) Objectivitas dan Indenpendensi
5) Due Care
6) Sifat dan Cakupan Layanan

C. Prinsip-prinsip dasar IAI, yaitu:
1) Integritas yaitu suatu berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan professional kepada instansi tempat auditor bekerja dan kepada auditnya.
2) Obyektivitas adalah auditor yang tidak memihak sehingga indenpendensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, tidak   boleh  bertindak  atas  dasar  prasangka  atau  bias, pertentangan  kepentingan,  atau  pengaruh  dari  pihak  lain.  Obyektivitas  ini dipraktikkan ketika auditor mengambil  keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang  mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
3) Kompetensi dan kehati-hatian adalah agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang  diperlukan  untuk  memastikan  bahwa  instansi  tempat  ia  bekerja  atau auditan   dapat menerima manfaat   dari   layanan   profesinya   berdasarkan pengembangan   praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang    terbaru. Berdasarkan prinsip  dasar  ini,  auditor  hanya  dapat  melakukan  suatu  audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau  menggunakan bantuan tenaga  ahli  yang   kompeten  untuk   melaksanakan  tugas-tugasnya   secara memuaskan.
4) Kerahasiaan yaitu Auditor harus mamupu menjaga kerahasiaan atas  informasi  yang diperolehnya  dalam  melakukan  audit,  walaupun  keseluruhan  proses  audit mungkin harus dilakukan  secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus    apabila    akan    mengungkapkannya,    kecuali     adanya    kewajiban pengungkapan karena  peraturan perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan  ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya.  Dalam  prinsip  kerahasiaan  ini   juga,  auditor  dilarang  untuk menggunakan  informasi  yang  dimilikinya  untuk   kepentingan  pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.
5) Prinsip kerahasiaan yaitu tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut: Pengungkapan  yang  diijinkan  oleh  pihak  yang  berwenang,  seperti auditan   dan instansi tempat  ia bekerja. Dalam  melakukan pengungkapan ini, auditor  harus  mempertimbangkan  kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk   pihak-pihak   lain   yang   mungkin   terkena   dampak   dari pengungkapan informasi ini.
6) Ketepatan bertindak yaitu, Auditor  harus  dapat  bertindak  konsisten  dalam  mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai  auditor  profesional.  Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan  untuk melindungi masyarakat, profesi,  lembaga profesi,  instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
7) Standar teknis dan profesional
Auditor  harus  melakukan  audit  sesuai  dengan  standar  audit  yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik,  terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan  berlaku  bagi para auditornya,  termasuk  aturan perilaku  yang ditetapkan  oleh  instansi  tempat  ia  bekerja.  Dalam  hal  terdapat  perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan profesi dengan standar audit  dan  aturan  instansi,   maka  permasalahannya  dikembalikan  kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.

   3. Aturan dan Interpretasi Etika
1) Aturan etika
Aturan etika akuntan publik indonesia telah diatur dalam SPAP dan berlaku sejak tahun 2000. Aturan etika IAI-KAP ini memuat lima hal:
a) Standar umum dan prinsip akuntansi
b) Tanggung jawab dan praktik lain
c) Tanggung jawab kepada klien
d) Independensi, integritas, dan objektivitas
e) Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

2) Interpretasi etika
Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan etika profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan terhadap kode etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Disamping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran kode etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laorannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber:
-          Boynton, William C. Johnson., Raymond N. and Kell, Walter G. “Modern Auditing”, Edisi Ketujuh, Jilid Erlangga, Jakarta. 2001 [E-book]

-          Modul Etika dan Bisnis Universitas Mercubuana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar