KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
- Kode Perilaku Profesional
Kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk
mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat
ditegakkan. Agar dapat memiliki arti, maka keduanya harus pada posisi diatas
hukum, namun sedikit di bawah posisi ideal. Negara bbagian seringkali
memberikan hak monopoli ekslusif untuk melakukan praktik profesi bagi para
profesional. Etika profesional diberlakukan lebih ketat dibandingkan dengan
kewajiban hukum bagi para anggota profesiyang secara sukarela menerima standar
perilaku profesional. Profesi CPA juga menetapkan sifat sukarela dan pengaturan
sendiri Kode Perilaku Profesional ini.
Kode Perilaku Profesional AICPA yang telah direvisi dan
diterima oleh sidang keanggotaan tahun 1988 terdiri dari dua seksi sebagai
berikut:
a) Prinsip-prinsip yang menyatakan ajaran dasar perilaku
etika dan memberikan kerangka kerja bagi peraturan-peraturan.
b) Peraturan perilaku yang menetapkan standar minimum
perilaku yang dapat diterima dalam pelaksanaan layanan profesional.
2. Prinsip-prinsip
Etika : IFAC, AICPA,IAI
A. Prinsip-prinsip fundamental Etika IFAC :
1) Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur
dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
2) Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh
membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang
lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.
3) Kompetensi profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk
memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada
tingkat yang diperlukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa
profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi,
dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun
serta mengikuti standar-standar profesional harus bekerja secara tekun serta
mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan
jasa profesional.
4) Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormayi kerahasiaan
informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis
serta tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa izin
yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak
profesional untuk mengungkapkannya.
5) Perilaku profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan
perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
B. Prinsip-prinsip dasar AICPA sebagai berikut :
1) Tanggung Jawab
2) Kepentingan Umum
3) Integirtas
4) Objectivitas dan Indenpendensi
5) Due Care
6) Sifat dan Cakupan Layanan
C. Prinsip-prinsip dasar IAI, yaitu:
1) Integritas yaitu suatu berkaitan dengan profesi
auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.
Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya,
bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan
oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan
professional kepada instansi tempat auditor bekerja dan kepada auditnya.
2) Obyektivitas adalah auditor yang tidak memihak
sehingga indenpendensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil
keputusan atau tindakan, tidak
boleh bertindak atas dasar prasangka atau
bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh
dari pihak lain. Obyektivitas ini dipraktikkan
ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya.
Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan
seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan
pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
3) Kompetensi dan
kehati-hatian adalah agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas,
auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu
auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
instansi tempat ia bekerja atau auditan
dapat menerima manfaat dari layanan
profesinya berdasarkan pengembangan praktik,
ketentuan, danteknik-teknik yang terbaru. Berdasarkan prinsip
dasar ini, auditor hanya dapat
melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang
diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang
kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya
secara memuaskan.
4) Kerahasiaan yaitu
Auditor harus mamupu menjaga kerahasiaan atas informasi yang
diperolehnya dalam melakukan audit, walaupun
keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara
terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk
itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus
apabila akan
mengungkapkannya, kecuali
adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan
perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan
ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam
prinsip kerahasiaan ini juga, auditor
dilarang untuk menggunakan informasi yang
dimilikinya untuk kepentingan pribadinya,
misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.
5) Prinsip kerahasiaan
yaitu tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut: Pengungkapan yang
diijinkan oleh pihak yang berwenang,
seperti auditan dan instansi tempat ia bekerja. Dalam
melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan
kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya
saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain
yang mungkin terkena dampak
dari pengungkapan informasi ini.
6) Ketepatan bertindak yaitu, Auditor harus
dapat bertindak konsisten dalam
mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor
publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga
profesi atau dirinya sebagai auditor profesional.
Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan
dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan
yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga
profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan
auditor lain yang tidak benar tersebut.
7) Standar teknis dan profesional
Auditor harus
melakukan audit sesuai dengan standar audit
yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan.
Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik
Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar
audit yang mereka tetapkan dan berlaku bagi para auditornya,
termasuk aturan perilaku yang ditetapkan oleh
instansi tempat ia bekerja. Dalam hal
terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan
aturan profesi dengan standar audit dan aturan
instansi, maka permasalahannya dikembalikan kepada
masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.
3. Aturan dan Interpretasi Etika
1) Aturan etika
Aturan etika akuntan
publik indonesia telah diatur dalam SPAP dan berlaku sejak tahun 2000. Aturan
etika IAI-KAP ini memuat lima hal:
a) Standar umum dan
prinsip akuntansi
b) Tanggung jawab dan
praktik lain
c) Tanggung jawab kepada
klien
d) Independensi,
integritas, dan objektivitas
e) Tanggung jawab kepada
rekan seprofesi
2) Interpretasi etika
Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang
dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
Pernyataan etika profesi yang berlaku saat ini dapat
dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan
dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan terhadap kode etik,
seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama
sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Disamping itu, kepatuhan
anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh
opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran
kode etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang
ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan
laorannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sumber:
-
Boynton, William C.
Johnson., Raymond N. and Kell, Walter G. “Modern Auditing”, Edisi Ketujuh,
Jilid Erlangga, Jakarta. 2001 [E-book]
-
Modul Etika dan
Bisnis Universitas Mercubuana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar