PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI
1. Perkembangan Etika tersebut sudah
melewati beberapa fase, yaitu :
a) Etika Teologis
Pada
perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari
sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang
nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup
bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama
misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib,
monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah diisi dengan
khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi
agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu
juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan
mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama.
Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus
menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi
utama kenabian Muhammad saw.
b) Etika Ontologis
Dalam
perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para
filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat
berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia
ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu
dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan
sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis.Etika yang semula hanya dilihat sebagai
doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian
sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
c) Etika Positivist
Dalam
perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang
mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan
secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit
dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu
bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang
pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada
abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam
perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode
etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik.
Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan
ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan
Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode
Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik
kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika
PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal
dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada
bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode
etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana
mestinya.
d) Etika Fungsional
Tertutup
Tahap
perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan
sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari
harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan
bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan
kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat
diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai
muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di
lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB
merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics
infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan
lembaga penegak kode etik.
Itu
juga sebabnya maka di Eropa, di Amerika, dan negara-negara lain di seluruh
penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu.
Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu dengan membentuk
Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan
Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk
Badan Kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud
membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan
Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
e) Etika Fungsional
Terbuka
Namun
demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini,
semua infra-struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut
di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem
peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya
sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai
masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka.
Karena
itu, semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara
tertutup dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di
tiap-tiap organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait.
Keseluruhan proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum
didesain sebagai suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.
Sumber :
1.
Buku Pengantar Etika Bisnis ; Prof. Dr. Kees Bertens, MSC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar